Jakarta – Agar siap menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015, pemerintah, pengusaha, dan segenap pemangku kepentingan harus menyiapkan strategi dari sekarang. Maka itu, Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat menggelar diskusi informal mengenai AEC 2015 di kediamannya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Rabu (2/5) malam.
Acara yang dimulai pukul 19.00-23.00 WIB dihadiri sejumlah tamu penting, antara lain: Dirut PT Garuda Indonesia Tbk Emirsyah Satar, Dirut PT Telkom Tbk Rinaldi Firmansyah, Ketua Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono, Ketua Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) Penerbangan Berjadwal Syafril Nasution, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo Bambang Sulisto, Chief Executive Officer (CEO) Lippo Group James T Riady, pemilik Grup Djarum Robert Budi Hartono, Staf Khusus Menperin John Prasetyo, Dirjen Industri Unggulan Berteknologi Tinggi Kemenperin Budi Dharmadi, dan para pemimpin redaksi media massa nasional.
Dalam diskusi tersebut, Menperin mengakui waktu yang tersisa menjelang AEC 2015 harus disikapi dari sekarang dengan melakukan berbagai aksi nyata. Dalam waktu dekat Menperin akan mengajak Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan membahas persoalan tersebut. “Kita akan fokus dari sektor ke sektor sehingga siap menghadapi ASEAN Community,’’ paparnya.
Sementara itu, John Prasetyo mengemukakan, AEC dan AFTA 2015 tak perlu disikapi berlebihan dengan membuat rambu-rambu yang justru dapat merugikan Indonesia. Soalnya, integrasi ekonomi regional itu lebih banyak mengusung pasar tunggal dan kesetaraan.
"Kita tidak usah sibuk membuat pagar. Yang paling penting adalah menyiapkan sumber daya manusia (SDM)-nya, bagaimana agar mereka qualified, sehingga SDM kita bisa bersaing dengan SDM dari negara-negara Asean yang lain," papar dia.
John menambahkan, saat integrasi ekonomi Asean diberlakukan nanti, tenaga kerja dari negara-negara lain di Asean bisa bebas bekerja di Indonesia. Sebaliknya, tenaga kerja Indonesia (TKI) juga bisa bebas bekerja di negara-negara lain di Asean. "Jadi, SDM kita harus benar-benar disiapkan," tutur dia.
Selain menyiapkan SDM berdaya saing tinggi, menurut John Prasetyo, Indonesia perlu membangun infrastruktur. Kelengkapan infrastruktur diperlukan untuk menekan biaya logistik dan transportasi yang dapat melemahkan daya saing produk Indonesia.
Lebih jauh, Rindaldi Firmansyah mengatakan, untuk memperkuat pasar domestik, arah pembangunan nasional perlu direposisi agar lebih fokus ke industri pertanian dan manufaktur. Saat ini, ada mata rantai yang hilang (missing link) dalam pembangunan ekonomi nasional.
"Sebelum membangun sektor jasa dan ekonomi kreatif, kita mestinya membangun sektor pertanian dan manufaktur terlebih dahulu. Tapi kita langsung melompat ke sektor jasa dan ekonomi kreatif," ucap dia.
Padahal, kata Rinaldi, di sektor pertanian dan manufaktur itulah jantung perekonomian nasional berada. Sektor pertanian dan industri manufaktur menyerap tenaga kerja paling banyak. "Hitam-putih perekonomian nasional juga ada di kedua sektor ini. Sektor pertanian berkaitan langsung dengan ketahanan pangan. Sedangkan industri manufaktur berkaitan dengan kebutuhan sandang, papan, dan kebutuhan pendukung lainnya," papar dia.
Rinaldi menjelaskan, sektor pertanian dan manufaktur bersifat fundamental. Jika daya saing kedua sektor ini rendah, pasar domestik akan terus dibanjiri produk impor. "Untuk bisa memenangi persaingan AEC dan AFTA, sektor pertanian dan manufaktur harus segera dibenahi karena pertarungan nanti ada di dua sektor itu," tegasnya.
Sigit Pramono, Robert Budi Hartono, Emirsyah Satar, dan Budi Dharmadi juga mengemukakan hal senada.
Bila pemerintah, pengusaha, dan segenap pemangku kepentingan bersatu dalam menghadapi integrasi ekonomi Asean, niscaya kita akan tampil sebagai pemenang. Kita harus optimistis bahwa Masyarakat Ekonomi Asean adalah sebuah peluang emas, bukan ancaman yang perlu ditakuti.*** (Puskom)
Copyright © 2016 All rights Reserved | Template by Tim Pengelola Website Kemenperin