Sumber: Investor Daily (19/02/2019)
JAKARTA - PT Mayora Indah Tbk terus memperluas ekspor makanan dan minuman olahan hingga ke lebih dari 100 negara, termasuk Amerika Serikat, Tiongkok, dan Rusia. Ekspor saat ini sudah menyumbang sekitar 50% terhadap penjualan perseroan yang mencapai lebih dari Rp 35 triliun.
Presiden Direklur PT Mayora Indah Tbk Group Andre Sukendra Atmadja mengatakan, Mayora membuktikan bahwa Indonesia bukan sekadar tukang jahit produk merek bangsa lain. Misi Mayora selain melakukan ekspor juga untuk membuktikan bahwa produk dengan merek Indonesia juga berkelas dunia sehingga dapat mengangkat harga diri dan martabat Indonesia di mata dunia.
"Bila AS punya Coca-Cola dan Jepang punya Toyota. maka saya berharap suatu hari nanti orang Indonesia punya Mayora." ucap Andre di acara pelepasan kontainer ekspor ke-250,000 di Pabrik Mayora di Cikupa, Tangerang, Senin (18/2).
Kali ini ekspor dikirim ke Filipina dengan nilai ekspor USS 50.000 dalam jumlah 4 kontainer yang bermuatan 2.500 sachet produk Kopiko Blanca.
Pelepasan kontainer ke-250.000 ini dipimpin langsungoleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pada kesempatan pelepasan ekspor itu. Presiden didampingi Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Gubernur Banten Wahidin Halim. dan Bupati Tangerang A Zaki Iskandar.
Sebelum melepas ekspor kopi ke 250.000 di perusahaan pemilik merek Torabika dan Kopiko itu, Presiden menyempatkan untuk meninjau proses pembuatan kopi dan berdialog dengan para buruh pabrik.
Pelepasan ekspor itu membuat Mayora menjadi perusahaan dengan ekspor produk merek Indonesia terbesar. Mayora terus berkomitmen untuk meningkatkan angka ekspor atas produk jadi dengan merek Indonesia yang mempunyai value added yang tinggi.
Saat ini Mayora sudah mengekspor produk dengan merek Indonesia ke lebih dari 100 negara, di antaranya ke Amerika Serikat, Rusia, Timur Tengah, RRT, Filipina, negara Asean lainnya bahkan sampai ke lrak, Palestina, dan Lebanon.
Andre menjelaskan, Mayora hampir secara keseluruhan memberdayakan konten Indonesia termasuk bahan baku yang dipasok dari petani kopi dan singkong serta mesin buatan anak bangsa. Mayora Group juga melakukan pembinaan terhadap 70.000 petani kopi dan singkong agar mampu memproduksi hasil pertanian dengan kualitas yang baik.
“Secara keseluruhan Mayora Group memberdayakan lebih dari 50.000 buruh baik di Indonesia dan di seluruh dunia,” ujar dia.
Merek Mayora seperti Torabika, Kopiko, Beng Beng, Danisa tidak hanya berhasil diekspor, tetapi juga mampu menjadi pemimpin pasar di mancanegara.
Saat ini, Mayora memiliki 29 pabrik, 24 di antaranya tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan lima pabrik berada di luar negeri. Perusahaan menyerap tenaga kerja sebanyak 51 ribu orang, dengan lebih dari 20 karyawan asal Indonesia bekerja di pabrik luar negeri.
“Prestasi ini dapat dicapai berkat adanya dukungan dari Pemerintah Indonesia dan Mayora berharap prestasi yang sudah dicapai saat ini dapat memberikan inspirasi dan pada akhirnya membuat kita semakin bangga sebagai Indonesia,” kata Andre.
Investasi dan Ekspor
Sementara itu, Presiden Jokowi mengaku bahagia saat berkunjung ke pabrik Mayora. “Saya senang karena melihat para karyawan kerja dengan senyum. Dan produk yang diproduksi Mayora adalah produk asli Indonesia,” kata dia.
Presiden menerangkan, kunci perekonomian Indonesia sekarang tergantung dua hal, yaitu investasi yang sebanyak-banyaknya dan ekspor yang sebesar-besarnya.
PT Mayora bisa menjadi contoh dalam industri makanan dan minuman (mamin), karena sudah ekspor lebih ke 100 negara dengan 100% barang lokal. “Ekspor ini yang kita harapkan ke depan, produk komuditas lokal tapi orientasi pada ekspor. Jumlah ekspor PT Mayora juga tidak kecil, setiap bulan kurang lebih 2.000 kontainer,” kata Presiden.
Presiden juga mengaku telah menyampaikan kepada Menperin Airlangga Hartarto bahwa industri mamin telah menjadi prioritas karena pertumbuhannya yang tinggi sekitar 9%.
“Itu gede banget, sehingga industri ini harus diberikan dukungan. Kemarin ada sedikit masalah misalnnya Mayora dan Filipina, nah pemerintah mengirimkan tim berbicara dengan pemerintah di sana agar tidak dikenakan special safe guard di sana,” kata Jokowi.
Untuk mendukung ekspor, Presiden menjelaskan regulasi untuk ekspor hampir semuanya disederhanakan. Investasi yang berkaitan dengan barang-barang ekspor atau produk-produk substitusi impor juga diberikan kemudahan. Sebab, itu adalah kunci untuk memperbaiki neraca perdagangan Indonesia.
“Semua sudah mengarah, hanya memang nanti misalnnya ada hal-hal yang enggak baik perlu dikoreksi, ya kita koreksi. Yang paling penting kecepatan ekspor harus didorong,” ucap Jokowi.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, ekspor Mayora ke Filipina sebesar US$ 600 juta. “Lebih dari 10% dari total ekspor kita ke Filipina US$ 5,8 juta,” kata dia.
Enggar pun mengatakan, pihaknya sudah mengirim perwakilan ke Filipina dan akan menggelar forum bisnis pada April mendatang. “Duta besar kita sudah sampai bicara dengan Presiden Filipina. Beberapa kali juga kita kirim surat ke menteri perdagangannya untuk membahas ini,” ucap dia.
Mendag mengatakan, Filipina melakukam special safe guard karena defisit negara itu dengan Indonesia terlalu banyak sehingga menggunakan berbagai cara untuk menekan defisit. “Ini juga terjadi di kita, seluruh dunia, menjaga kepentingan,” kata dia.
Menperin Airlangga Hartarto menerangkan, industri mamin menjadi salah satu sektor manufaktur andalan dalam memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
“Potensi industri makanan dan minuman di Indonesia bisa menjadi champion, karena supply dan user-nya banyak. Untuk itu, salah satu kunci daya saingnya di sektor ini adalah food innovation and security,” kata dia.
Kemenperin mencatat, sepanjang 2018, industri mamin mampu tumbuh sebesar 7,91% atau melampaui pertumbuhan ekonomi nasional di angka 5,17%. Bahkan, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang di kuartal IV-2018 naik 3,90% (year on year/YoY) terhadap kuartal IV-2017, salah satunya disebabkan oleh meningkatnya produksi industri minuman yang mencapai 23,44%.
Selanjutnya, industri mamin menjadi salah satu sektor yang menopang investasi nasional, yang pada 2018 menyumbang hingga Rp 56,60 triliun. Realisasi total nilai investasi di sektor industri manufaktur sepanjang tahun lalu mencapai Rp 222,3 triliun.
“Di 2018, tenaga kerja di sektor industri manufaktur mencapai 18,25 juta orang atau naik 17,4% dibanding tahun 2015. Industri makanan menjadi kontributor terbesar hingga 26,67%,” ucap Airlangga.
Menperin menambahkan, produk mamin Indonesia telah dikenal memiliki daya saing di kancah global melalui keragaman jenisnya. Ini ditandai dengan capaian nilai ekspornya sebesar US$ 29,91 miliar pada 2018. “Industri manufaktur konsisten memberikan kontribusi paling besar terhadap nilai ekspor nasional,” ujarnya.
Pada 2017, tercatat ekspor produk manufaktur nasional sebesar US$ 125,1 miliar, kemudian naik menjadi US$ 130 miliar pada 2018. “Jadi, tahun lalu kontribusinya tertinggi mencapai 72,25 persen,” ujar dia.
Menperin optimistis, industri mamin nasional mampu melakukan terobosan inovasi produk. Upaya ini guna memenuhi selera konsumen dalam dan luar negeri. Terlebih lagi adanya implementasi industri 4.0, dengan pemanfaatan teknologi terkini dinilai dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan kompetitif.
“Untuk itu, kami memberikan apresiasi kepada PT Mayora Indah Tbk yang telah menjadi salah satu perusahaan percontohan di Indonesia dalam penerapan industri 4.0 di sektor industri makanan dan minuman,” ungkap dia.
Untuk itu, Airlangga mengatakan, pihaknya terus mendorong diversifikasi produk industri untuk mengisi pasar ekspor. “Kami melihat industri semakin agresif untuk membuka akses pasar baru dan meningkatkan nilai ekspornya. Hal ini seiring komitmen pemerintah menciptakan iklim usaha yang kondusif dan memberikan kemudahan perizinan termasuk prosedur ekspor,” tutur dia. Di kancah global, ekspor produk kopi olahan nasional terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2016, ekspornya mencapai 145 ribu ton atau senilai US$ 428 juta, kemudian naik menjadi 178 ribu ton atau senilai US$ 487 juta pada 2017. Pada 2018, terjadi lonjakan ekspor hingga 21,49% menjadi 216 ribu ton dengan nilai US$ 580 juta.
Ekspor tersebut didominasi oleh kopi olahan berbentuk instan sebesar 87,9% dan sisanya berbasis ekstrak dan essence. Tujuan ekspor utama industri pengolahan kopi nasional antara lain Filipina, Malaysia, Iran, Tiongkok, dan Uni Emirat Arab.
Airlangga juga mengatakan, Indonesia merupakan negara penghasil biji kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Hal ini menjadi potensi pengembangan industri pengolahan kopi di dalam negeri.
“Produksi kopi kita sebesar 639.000 ton pada 2017 atau 8% dari produksi kopi dunia dengan komposisi 72,84 persen merupakan kopi jenis robusta dan 27,16 persen kopi jenis arabika,” ujar dia.
Pada 2017, tercatat ada 101 perusahaan kopi olahan yang meliputi skala besar dan sedang dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebanyak 24 ribu orang dan total kapasitas produksi lebih dari 260 ribu ton per tahun. Selain itu, Indonesia juga memiliki berbagai jenis kopi specialty yang dikenal di dunia, termasuk luwak coffee dengan rasa dan aroma khas sesuai indikasi geografis yang menjadi keunggulan Indonesia.
Hingga saat ini, sudah terdaftar sebanyak 24 indikasi geografis untuk kopi Indonesia, di antaranya kopi arabika Gayo, kopi arabika Toraja, kopi robusta Pupuan Bali, kopi arabika Sumatera Koerintji, kopi liberika Tungkal Jambi, dan kopi liberika Rangsang Meranti.
Perkiraan Ekspor
Berbeda dengan pemerintah, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman justru bernada pesimistis terhadap ekspor. “Pada 2018, saya menargetkan ekspor 10% tapi kayaknya enggak tercapai. Ini belum final ya, perkiraan saya sekitar 5 persen. Berat,” kata dia.
Adhi menerangkan, industri mengalami banyak kendala seperti tarif dan non tarif, kasus Mayora di Filipina dan hambatan label. Dia mencontohkan, perubahan label pada Tiongkok dua tahun lalu membuat mereka harus mengeluarkan ongkos tambahan untuk mengubah label.
Kemudian permasalahan bahan, dimana tiap negara berbeda. “Ada yang ini boleh, ada yang nggak boleh. Ini kan juga tantangan besar, kalau tarif di Afrika dan Amerika Latin, itu di atas 30%. Makanya kita harapkan pemerintah membentuk tim khusus untuk mendorong ekspor makanan dan minuman,” ucap dia.
Copyright © 2016 All rights Reserved | Template by Tim Pengelola Website Kemenperin