Sumber: Bisnis Indonesia
JAKARTA-Pelaku industri manufaktur tidak bisa mengelak dari kenaikan harga setrum yang melambungkan biaya produksi. Ongkos produksi diperkirakan terdongkrak hingga 7,5%.
Sesditjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Setio Hartono memperkirakan lonjakan tarif dasar listrik (TDL) menyebabkan biaya produksi manufaktur naik antara 5%-7,5%.
“Berdasarkan perhitungan kami, biaya produksi naik 5%-7,5% untuk kenaikan TDL Juli ke September untuk industri I3 dan I4,” tuturnya ditemui usai Rapat Kerja Nasional Kadin Indonesia, di Jakarta, Kamis (11/9).
Persentase tersebut merupakan asumsi rata-rata terhadap keseluruhan ongkos produksi industri manufaktur. Jika dilihat per masing-masing industri tentu kisarannya berbeda-beda bahkan mungkin ada yang lonjakannya di bawah 5%.
Dampak kenaikan TDL terhadap industri tergantung kepada porsi komponen energi listrik dalam struktur biaya produksi. Pasalnya ada sektor tertentu yang lonjakan ongkos produksinya mencapai 20%, misalnya industri kimia.
“Kami sedang mencari insentif untuk industri. Ya, kalau memang kenaikan TDL tidak bisa dihindari maka pemerintah coba meng kompensasinya dalam bentuk lain,” ucap Setio.
Kompensasi yang dimak sud tidak mesti terkait dengan kebutuhan energi listrik bagi kelangsungan aktivitas produksi. Opsi yang mengemuka, contohnya sokongan untuk pening katan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan.
Beberapa bulan lalu Kemenperin mengajukan usulan kompensasi kenaikan TDL untuk industri.
Perindustrian memastikan tidak ada satupun poin usulan itu yang merugikan negara. Tapi usulan Kemenperin ini tak kunjung mendapat restu Kementerian Keuangan.
“Kita anggap saja usulan itu belum juga disepakati,” kata Menteri Perindustrian M.S. Hidayat.
Kemenperin mengusulkan penundaan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) untuk industri yang pakai bahan baku lokal, dan pengurangan pajak penghasilan (PPh).
Opsi lain berupa keringanan bea masuk impor mesin konversi energi/barang modal yang bisa mengirit biaya produksi.
DAMPAK
Sejauh ini Kemenperin meyakini kenaikan harga setrum tidak sampai menekan geliat industri pengolahan nonmigas secara umum. “Pengaruh kenaikan TDL terhadap kenaikan output barang tidak besar sekitar nol koma,” ucap Hidayat.
Peraturan Menteri ESDM No. 9/2014 mengamanatkan penyesuaian tarif listrik untuk empat golongan pelanggan listrik nonsubsidi mulai 1 Mei 2014.
Golongan I-3 go public mengalami kenaikan tarif sebesar 38,9%, sementara golongan I-4 menerima kenaikan sebesar 64,7%. Kenaikan tersebut akan berlangsung tiap dua bulan sekali yakni pada bulan Mei, Juli, September dan November.
Pebisnis di industri semen turut merasakan lonjakan biaya produksi akibat kenaikan TDL sebesar 1,5%. “Biaya produksi naik bertahap. Kenaikan Juli dan September naiknya sekitar 1,5%,” ucap Ketua Umum Asosiasi Semen Indonesia (ASI) Widodo Santoso.
Listrik bukanlah sumber energi yang berkontribusi besar terhadap struktur ongkos produksi semen. Adapun energi lain yang lebih mahal ialah batu bara.
Porsi listrik hanya sekitar 8%-10% dalam biaya produksi. Jika digabung dengan batu bara porsinya mencapai 35%.
Di tengah berbagai tantangan ekonomi, industri semen tetap diproyeksikan tumbuh 5% pada tahun ini terhadap 2013. ASI mencatat khusus sepanjang Januari-Agustus 2014 sudah tercapai pertumbuhan 3%. (Dini Hariyanti)
Copyright © 2016 All rights Reserved | Template by Tim Pengelola Website Kemenperin